Para Bidadari Tak Bersayap Dalam Hidupku
Aku bersyukur terlahir dari seorang ibu hebat , Ibu Kuntari namanya. Beliau sangat menyayangi ketiga putranya tanpa membeda-bedakan hanya karena aku terlahir prematur , sepanjang 24 tahun ini masih belum bisa berjalan dengan sempurna tanpa bantuan kruk dan kursi roda. Alhamdulillah ibuku selalu memberikan cinta, kasih , dan sayang secara merata tak pernah memudar. Ibuku mengabdi sebagai guru sekolah dasar selama 30 tahun lebih . Kini beliau sudah pensiun dan mengisi keseharian dengan berjualan sembako, membuat kue, membuat keripik rempeyek, dan membantuku menjalankan usaha bimbingan belajar untuk anak-anak sekolah, terutama berfokus pada anak yang belum lancar membaca dan menulis. Ibuku menjadi tempatku untuk berbagi segala rasa, berbagi setiap peristiwa yang terjadi sepanjang hari. Beliau sosok bijaksana dan pendengar terbaik, sehingga apa pun yang aku alami jika terasa berat bisa ringan ketika sudah membaginya dengan ibu. Ibuku sosok pekerja keras, paling memahami isi hati ketiga putranya, apalagi aku. Aku memiliki dua orang kakak laki-laki namun keduanya tidak terlalu dekat sebagaimana kedekatanku , mungkin karena aku disabilitas daksa sedangkan kedua kakakku tidak, sehingga perhatian ibu lebih intensif kepadaku dibandingkan mereka. Ibuku juga salah satu sosok bidadari tak bersayap yang membangun ketahanan mental dan ketahanan batin. Aku merasakan dampaknya hingga bisa memiliki rasa percaya diri dan tidak takut menghadapi tantangan karena kekuatan doa dan dukungan ibu. Ibuku salah satu sumber inspirasi dalam setiap karya.
Wanita kedua setelah ibuku adalah bibiku yang bernama Ibu Sumini . Hubungan kekerabatsn dari silsilah keluarga memang cukup jauh tetapi kedekatan emosional , dan kasih sayang luar biasa sama halnya seperti ibuku. Hal ini terjadi karena tempat tinggal selalu berdekatan sehingga dari aku bayi sampai berusia 23 tahun beliau membantu ibu dan bapak mengasuhku. Bibi Sumini sangat menyukai anak-anak , rumahnya selalu ramai dengan tawa dan permainan . Beliau yang membuatku jatuh hati pada acara kuliner , dongeng boneka, dan segala sesuatu yang mampu mendatangkan keceriaan. Hampir setiap hari beliau tidak pernah melewatkan untuk memeriksa keadaanku , apalagi jika bapak dan ibuku sedang ada kepentingan beliau selalu menjagaku bersama cucu -cucunya. Terkadang aku merasa, beliau seringkali lebih memprioritaskan aku dibandingkan cucu kandungnya, mungkin karena cucu-cucunya sudah lebih bisa mengurus diri sendiri sedangkan aku , masih memerlukan bantuan untuk beberapa kegiatan. Kesedihan mendalam benar-benar menghujam batinku di saat Bibi Sumini harus wafat di Bulan Februari tanggal 11 karena sakit . Aku merasa kehilangan kini tidak ada lagi sosok yang rutin mengunjungiku setiap pagi tidak ada lagi yang memanggilku “Apipi” sebuah nama panggilan yang diberikan khusus oleh beliau dan sejak aku memasuki dunia literasi aku menjadikan nama itu sebaga nama penaku. Ini sebagai bentuk apresiasi untuk beliau dan aku sudah berusaha untuk belajar ikhlas karena kehidupan dan kematian adalah bagian garis takdir yang tidak bisa dihindari. Aku berdoa agar Bibi Sumini mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah SWT diantara taman-taman surga.
Selanjutnya ada para ibu guru yang luar biasa. Aku menjadi siswa aktif selama bersekolah dari SD hingga terbaru ini pendidikan profesi cenderung dekat dengan para guru apalagi ibu guru . Kedekatan terkesan adalah dengan beberapa guru semasa sekolah dasar ada Ibu Masini guru kelas 3, Ibu Musyarifah guru agama, Ibu Tri Astuti guru kelas empat , Ibu Eling Sabaroh guru kelas empat (sebelum Bu Tri Astuti). Beliau ini adalah para ibu guru luar biasa tanpa kenal lelah memberikan dukungan kepadaku agar terus semangat،,jangan minder, dan tidak mudah menyerah.Hingga hari ini saya masih menjaga komunikasi dengan beliau semua. Semasa sekolah dasar keempat ibu guru tersebut menjadi penyemangatku, tempat berbagi cerita dan segala hal yang aku rasakan selama kegiatan belajar mengajar. Kedekatan dengan para ibu guru sekolah dasar , menimbulkan kesan mendalam sampai sekarang. Menurutku salah satunya karena perjalanan sekolah dasar lebih lama dibandingkan masa SMP SMA hingga bangku perkuliahan sehingga kedekatan emosional lebih mudah terbentuk saat sekolah dasar. Selain itu, ada juga guru TPQ tempat aku mengaji mendalami ilmu agama beliau bernama Ibu Siti Turmiyatun atau aku biasa memanggilnya Bu Atun. Kasih sayang terasa begitu tulus, kadang-kadang saat merangkum materi pembelajaran, beliau justru menuliskan rangkuman itu khusus untukku, karena merasa tidak tega jika melihat aku kelelahan karena banyak menulis. Beliau juga menjadi sosok sabar dan telaten dalam mendidik anak-anak hingga akhirnya lancar membaca Alquran.
Tak lama setelah aku berkiprah di dunia literasi aku bertemu dengan Bunda Anna Ratnawati yang merupakan Kepala Perpustakaan Daerah Kebumen. Beliau begitu totalitas memberikan dukungan kepadaku hingga pada akhirnya aku bisa dikenal sebagai salah satu tokoh pegiat literasi Kebumen. Setiap ada kegiatan di perpustakaan aku selalu berpartisipasi dan beliau memberikan fasilitas maksimal salah satunya dengan kehadiran ruang khusus untuk disabilitas , itu semua terjadi pada masa kepemimpinan beliau. Namun saat ini beliau dipindah tugaskan di dinas kependudukan dan pencatatan sipil. Setelah Bunda Anna, aku bertemu dengan sosok Ibu Sri Murwani Ketua Yayasan Sekolah Luar Biasa sekaligus panti asuhan Putra Manunggal Gombong tempat aku mengabdi saat ini. Di usianya yang tidak lagi muda beliau begitu gigih berjuang untuk kesejahteraan anak-anak disabilitas. Beliau banyak memberikan nasihat dan dukungan agar bersama-sama menyuarakan aspirasi untuk disabilitas bersama Ibu Suwati selaku wakil kepala sekolah.
**
Ada lagi sosok wanita luar biasa dalam hidupku yaitu Ibu Muslinah, dan Mommy Bunga Awanglong. Beliau berdua kini lebih sering menemaniku saat ada kegiatan silaturahmi berkumpul melakukan pemberdayaan bersama komunitas disabilitas dan juga pariwisata. Beliau berdua selalu mendorongku agar tidak takut untuk mencoba hal baru dan keluar dari zona nyaman . Beliau juga sangat memahami apa yang aku butuhkan dan rasakan. Apalagi Ibu Muslinah karena. Beliau mempunyai seorang putri disabilitas juga bernama Kak Bibit Yuni Lestari namun kini putrinya telah berpulang karena sakit . Perasaan Ibu Muslinah begitu peka terhadap disabilitas. Terakhir ada Ibu Muinatul Khoiriyah dan Ibu Irma Suryati tangguh pembina komunitas pemberdayaan disabilitas yaitu Rumah Inklusif dan Mutiara Handycraft. Beliau berdua banyak memberikan motivasi kehidupan sehingga membuat aku lebih semangat memperjuangkan cita-cita.
Alhamdulillah aku bersyukur memiliki banyak ibu selain ibu kandung yang begitu tulus menyayangi dan mendukungku. Selain itu, aku juga bersyukur dapat merasakan ketulusan cinta dan kasih sayang dari sang rembulan sanubari yang selalu ada disaat aku membutuhkan untuk berbagi. Ia benar-benar menjadi sosok inspirasiku dan mewarnai hariku. Semua itu merupakan harta sekaligus anugerah terindah yang tidak bisa di nilai dengan apa pun. Ya Allah berkahilah aku dan para malaikat tak bersayapku berikanlah aku kesempatan untuk bisa memberikan mereka kebahagiaan dunia akhirat Aamiin.
Komentar
Posting Komentar